Kamis, 18 Februari 2016

PENGORGANISASIAN SISWA


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Manajemen Kelas
yang dibina oleh Bapak Santoso Yoewono




Oleh:
 Offering K3/Kelompok 04
Amalia Desi Ambarwati          (02)
Fajar Riza Anindyka               (15)
Retno Setyana                         (27)








                                                                                                








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Februari 2015






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Belajar merupakan kegiatan yang diperoleh melalui tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dibentuk untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Dimana setiap anak wajib untuk mengikuti sekolah. Sehingga pendidik dihadapkan dengan banyaknya peserta didik. Peserta didik dalam satu kelas dapat mencapai empat puluh orang.
Dalam kegiatan belajar yang mempunyai peserta didik yang banyak tentu dibutuhkan pengorganisasian siswa yang baik agar tercipta pembelajaran yang optimal. Sehingga peserta didik bisa memperolah pengetahuan yang baik dari pendidik. Dalam hal ini management dari seorang guru dan kebijakannya dalam mengambil keputusan setelah melihat keadaan anak didiknya sangat diperlukan. Untuk itu bagi seorang guru perlu untuk mempelajari pengorganisasian siswa dalam kelas.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah pengertian pengorganisasian siswa?
1.2.2        Bagaimanakah metode pengorganisasian siswa?
1.2.3        Bagaimanakah posisi guru dalam pengolahan pesan?
1.2.4        Bagaimanakah proses pengolahan pesan?
1.2.5        Apa sajakah kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran?

1.3  Tujuan
1.3.1         Menjelaskan pengertian pengorganisasian siswa
1.3.2        Menjelaskan metode pengorganisasian siswa
1.3.3        Menjelaskan posisi guru dalam pengolahan pesan
1.3.4        Menjelaskan proses pengolahan pesan
1.3.5        Menjelaskan kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Pengorganisasian Siswa
Dalam dunia pendidikan, peran pengorganisasian siswa dalam halnya untuk mencapai kemaksimalan dalam pembelajaran juga diperluakan. Dalam hal ini management dari seorang guru dan kebijakannya dalam mengambil keputusan setelah melihat keadaan anak didiknya sangat diperlukan. Dengan dukungan penjiwaan serta niatan yang baik dari seorang guru, tentu dalam hal management di dalam kelas untuk menentukan cara pembelajaran mana yang paling tepat untuk siswa yang dihadapinya bukanlah menjadi suatu hal yang sulit.
Definisi organisasi yang dikemukakan oleh Oteng Sutisna (dalam Suhardan, dkk, 2009) yaitu mekanisme yang mempersatukan kegiatan-kegiatan yang untuk menyelesaikan pemkerjaan-pekerjaan. Definisi ini menekankan pada mekanisme kerja dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Atau dengan kata lain organisasi adalah suatu system interaksi antarorang yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi dimana system tersebut memberikan arahan perilaku bagi anggota organisasi. Definisi ini menekankan pada keharusannya sebuah organisasi didasarkan pada interaksi social diantara anggotanya dan anggota dengan lingkungannya supaya tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Pengertian Peserta Didik menurut ketentuan umum UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dari pengertian beberapa ahli, bisa dikatakan bahwa peserta didik adalah orang/individu yang mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta mempunyai kepuasan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh pendidiknya.
Sehingga organisasi peserta didik adalah suatu system interaksi antara guru dengan murid yang ditujukan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan agar tumbuh dan berkembang dengan baik dimana system tersebut memberikan arahan perilaku dalam proses pembelajaran di kelas.
Dapat diibaratkan sebagai potongan puzzle, pengorganisasian dalam kelas juga memerlukan suatu kecocokan dengan keadaan dalam kelas. Yang mana dalam hal ini perlu diperhatikan situasi serta kondisi ruangan maupun siswa yang ada di dalamnya. Jika keserasian dalam kelas cocok dengan cara pengorganisasian yang diterapkan, tentunya dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar dan kemudian yang akan berdampak pada hasil belajarnya.

2.2  Metode Pengorganisasian Siswa
Dalam pengorganisasian siswa terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan guru yaitu pembeajaran secara individual, kelompok, dan klasikal.

2.2.1        Pembelajaran Secara Individual
Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan kepada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. Menurut Saputra (2012) “Pada pembelajaran individual, guru memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Sedangkan pada pembelajaran klasikal, guru memberi bantuan individual secara umum“. Sebagai ilustrasi, bantuan guru kelas tiga kepada siswa yang membaca dalam hati dan menulis karangan adalah pembelajaran individual. Pada membaca dalam hati secara individual siswa menemukan kesukaran sendiri-sendiri. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau sebagai berikut.

2.2.1.1  Tujuan Pengajaran 
Perilaku belajar mengajar di sekolah yang menganut sistem klasikal tampak serupa. Dalam kelas terdapat siswa yang rata-rata berjumlah empat puluh siswa. Guru membantu siswa menghadapi kesukaran. Adapun tujuan pengajaran yang menonjol pada pembelajaran individual adalah :
·         Pemberian kesempatan dan keleluasaan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri. Dalam pengajaran klasikal guru menggunakan ukuran rata-rata kelas. Dalam pengajaran individual awal pelajaran adalah kemampuan tiap  individu, sedangkan pada pengajaran klasikal awal pelajaran berdasarkan kemampuan rata-rata kelas. Siswa menyesuaikan diri dengan kemampuan rata-rata kelas.
·         Pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.

2.2.1.2  Siswa Sebagai Subjek yang Belajar 
Kedudukan siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral (siswa sebagai subjek belajar). Pebelajar merupakan pusat layanan pengajaran. Siswa memiliki keleluasaan berupa : 
·         Keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri. 
·         Kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukannya. 
·         Keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar. 
·         Siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar. 
·         Siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri. 
·         Siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri. 
 Keenam jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung jawab belajar mengajar. Pada pembelajaran klasikal, tanggung jawab guru dalam membelajarkan siswa cukup besar. Pada pembelajaran secara individual, tanggung jawab siswa untuk belajar sendiri sangat besar. Pembelajar bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri.

2.2.1.3  Kedudukan Guru dalam Pembelajaran Individual 
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa : 
·         Perencanaan kegiatan belajar. 
·         Pengorganisasian kegiatan belajar. 
·         Penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa. 
·         Fasilitas yang memperudah belajar. 
Dalam pengajaran klasikal pada umumnya peranguru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Hal ini tidak terjadi dalam pembelajaran individual. Peran guru dalam merencanakan kegiatan belajar sebagai berikut:
·         Membantu merencanakan kegiatan belajar siswa, guru membantu siswa menetapkan tujuan belajar dengan musyawarah , dan membuat program belajar sesuai kemampuan siswa
·         Membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan belajar
·         Berperan sebagai penasehat atau pembimbing
·         Membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan diri sendiri.
Peran guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai ahir. Peranan guru sebagai berikut:
·         Memberi orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu
·         Membuat variasi kegiatan belajar agar terjadi kebosanan
·         Mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber
·         Membagi perhatian pada sejumlah pembelajar, menurut tugas dan kebutuhan pembelajar, menurut tugas dan kebutuhan pembelajar
·         Memberikan balikan terhadap setiap pembelajar
·         Mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja, unjuk kerja hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja, unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diahiri evaluasi kemejuan belajar
Peran guru dalam menciptakan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan perasaan bebas dalam belajar. Hubungan terbuka tersebut dilakukan dengan cara-cara:
·         Membuat hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa
·         Mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan jiwa siswa
·         Membina hubungan saling mempercayai
·         Tanggap dan memberi reaksi positif terhadap siswa
·         Kesiapan membantu siswa
·         Membina suasana aman sehingga siswa leluasa bereksplorasi, memberi kemungkinan penemuan-penemuan dan mendorong terjadinya emansipasi dengan penuh tanggung jawab.
Perilaku guru dalam hubungan terbuka tersebut tetap mengacu pada kemandirian siswa yang bertanggung jawab , hal ini perlu dijaga jangan terjerumus pada pemanjaan siswa. Peran guru yang sangat penting adalah menjadi fasilitator belajar. Tujuannya adalah mempermudah proses belajar. Cara yang dilakukan guru antara lain :
·         Membimbing siswa belajar
·         Menyediakan media dan sumber belajar
·         Memberi penguatan belajar
·         Menjadi teman dalam mengevaluasi pelaksanaan, cara dan hasil belajar
·         Memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki diri

2.2.1.4  Program Pembelajaran Individual
Program pembelajaran individual merupakan usaha memperbaiki kelemahan pengajaran klasikal. Dari segi kebutuhan pebelajar, program pembelajaran individual lebih efektif, sebab siswa belajar sesuai dengan programnya sendiri. Dari segi guru, yang terkait dengan jumlah pebelajar, tampak kurang efisien. Jumlah siswa sebesar empat puluh orang meminta perhatian besar guru, dan hal itu akan melelahkan guru. Program pembelajarn individual dapat dilaksanakan secara efektif, bila mempertimbangkan hal-hal berikut : 
·         Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa 
·         Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa 
·         Prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa 
·         Kriteria keberhasilan dimengerti oleh siswa 
·         Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti oleh siswa. 
 Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan tuntutan perkembangan individu. Dalam menciptakan pembelajaran individu, rencana guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar dan rekan diskusi. Guru berperan sebagai guru pendidik, bukan instruktur.

2.2.1.5  Orientasi dan Tekanan Utama Pelaksanaan 
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan tuntutan perkembangan individu. Dalam pelaksanaan guru berperan sebagai fasilisator, pembimbing, pendiagnosa kesukaran belajar dan rekan diskusi. Guru berperan sebagai guru pendidik bukan instruktur. 
Dalam penekanannya, pembelajaran individual dapat dilakukan dengan model pembelajaran konstruktivistik maupun behavioristik, tergantung pada keadaan siswa ataupun jenjang pendidikannya.
Namun jika diterapkan, pembelajaran secara individual memerlukan waktu yang lebih lama dari pembelajaran klasikal karena dalam pembelajaran secara individual guru harus memberi bantuan ke masing-masing siswa yang mana tidak dibentuk dengan suatu kelompok.

2.2.1.6  Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Individual 
Kelebihan-kelebihan pembelajaran individual yaitu:
·         Pembelajaran tidak dibatasi waktu
·         Siswa dapat belajar secara tuntas 
·         Perbedaan-perbedaan yang banyak di antara para peserta dipertimbangkan
·         Para peserta didik dapat bekerja sesuai dengan tahapan mereka dengan waktu yang dapat mereka sesuaikan 
·         Gaya-gaya pembelajaran yang berbeda dapat diakomodasi 
·         Hemat untuk peserta dalam jumlah besar 
·         Para peserta didik dapat lebih terkontrol mengenai bagaimana dan apa yang mereka pelajari 
·         Merupakan proses belajar yang bersifat aktif bukan pasif 
Kelemahan-kelemahan pembelajaran individual yaitu:
·         Memerlukan waktu yang banyak untuk mempersiapkan bahan-bahan 
·         Motivasi peserta mungkin sulit dipertahankan 
·         Peran instruktur perlu berubah
·         Keberhasilan tujuan pembelajaran kurang tercapai, karena tidak ada tempat untuk siswa bertanya

2.2.2        Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran kelompok dapat didefinisikan sebagai salah satu satrategi pembelajaran yang menuntut adanya kerjasama siswa dalam suatu kelompok dengan mengembangkan kemampuan tiap individu serta memanfaatkan berbagai faktor internal dan eksternal untuk memecahkan masalah tertentu sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai bersama. Hal ini didukung oleh pendapat Bern dan Erickson (dalam Nuryani, 2011) mengemukakan bahwa pembelajaran kelompok merupakan stategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran kelompok kecil, guru memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap anggota kelompok lebih intensif. Hal ini dapat terjadi sebab (a) hubungan antar guru dan siswa lebih sehat dan akrab, (b) siswa memperoleh bantuan, kesempatan sesuai dengn kebutuhan, kemampuan dan minat, (c) siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar, cara belajar dan kriteria keberhasilan.

2.2.2.1  Tujuan Pengajaran pada Kelompok Kecil
Tujuan pembelajaran pada kelompok kecil antara lain sebagai berikut:
·      Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
·      Mengembangkan sikap sosial dan sikap bergotong royong dalam kehidupan.
·      Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar.
·      Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepemimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok.




2.2.2.2  Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok, kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak. Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol adalah sebagai berikut :
·      Tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok.
·      Tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama yaitu tujuan kelompok.
·      Memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung.
·      Ada interaksi dan komunikasi antar anggota.
·      Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok.

2.2.2.3  Guru sebagai Pembelajar dalam Pembelajaran Kelompok
 Peranan guru dalam pembelajaran kelompok sebagai berikut.
a.      Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok merupakan kunci keberhasilan belajar kelompok. Pertimbangan dalam pembentukan kelompok adalah tujuan yang akan diperoleh siswa, latar belakang pengalaman siswa dan minat atau pusat perhatian siswa.
Kelompok bisa dibuat berdasarkan:
·      Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogen dalam belajar
·      Perbedaan minat belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas siswa yang punya minat yang sama
·      Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang akan diberikan
·      Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal siswa, yang tinggal dalam satu wilayah dikelompokkan dalam satu kelompok sehingga memudahkan koordinasi kerja.
·      Pengelompokan secara random atau dilotre, tidak melihat factor-faktor lain.
·      Pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria, wanita atau campuran.
Namun demikian sebaiknya kelompok menggambarkan yang heterogen, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin. Hal ini dilakukan agar kelompok-kelompok tersebut tidak berat sebelah (ada kelompok yang baik dan ada kelompok yang kurang baik).

b.      Perencanaan Tugas kelompok
Perencanaan tugas kelompok perlu disiapkan oleh guru. Penyiapan tempat kerja, alat dan sumber belajar maupun jadwal penyelenggaraan tugas juga harus direncanakan. Dalam perencanakan tugas kelompok tersebut siswa sebaiknya diikutsertakan.

c.    Pelaksanaan
            Dalam pelaksanaan mengajar, guru dapat berperan sabagai pemberi informasi, fasilisator, pembimbing dan pengendali ketertiban kerja.

2.2.2.4  Model-model Pembelajaran Kelompok
Menurut Kokom Komalasari (Nuryani, 2011) model pembelajaran kooperatif meliputi Kepala bernomor, skrip kooperatif, tim siswa kelompok prestasi, berpikir berpasangan berbagi, model jigsaw, melempar bola salju, tim TGT, kooperatif terpadu membaca dan menulis, dan dua tinggal dua tamu.  Berikut adalah model-model pembelajaran kelompok.

a.      Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Langkah-langkah model pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah:
1.    Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2.    Guru menyajikan pelajaran.
3.    Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4.    Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5.    Memberi evaluasi.
6.    Penutup.



b.      Number Heads Together (NHT)
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil (4-6 orang). Dalam setiap kelompok siswa memiliki nomor diri. Guru memberi tugas kelompok, kemudian siswa membahas atau mengerjakan tugas kelompok. Dalam diskusi kelas guru memanggil nomor diri siswa dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan, setiap jawaban siswa diberi skor sebagai skor kelompok. Dalam kegiatan diskusi, guru memberikan reinforcement (penguatan kembali), pada konsep-konsep yang ditemukan siswa sebagai kesimpulan dan guru mengumumkan kelompok terbaik hari itu.

c.        Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

2.2.2.5 Evaluasi Hasil Belajar Kelompok
Pengukuran terhadap proses dan hasil belajar kelompok dilakukan secara obyektif, sehingga hasil penilaian tidak diambil sama rata untuk semua anggota kelompok. Oleh karena itu penilaian perlu dilakukan kepada setiap anggota kelompok. Penilaian secara subyektif dilakukan dengan menggunakan Catatan Penampilan Kerja untuk setiap anggota kelompok yang dicatat di dalam daftar penilaian. Penilaian yang dilakukan secara obyektif adalah ceklis, tanya jawab, penilaian produk, tes kinerja.
Penilaian ceklis berbentuk skala sikap untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik atau tingkat pencapaian hasil belajar setelah peserta menyelesaikan proses belajar. Penilaian ceklis ini dilakukan sendiri oleh peserta didik. Ceklis kemajuan belajar dapat terdiri dari dua pilihan, misal “Sudah dan Belum”. Sedangkan ceklis pencapaian hasil belajar dapat berisi tiga pilihan, misal: “Baik – Cukup – Kurang”. Penilaian Ceklis ini berguna untuk bagi pendidik untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang berlangsung maupun berikutnya.

2.2.2.6 Keuntungan dan Kelemahan Belajar Kelompok
Keuntungan belajar kelompok antara lain:
1.    Melalui pembelajaran kelompok siswa tidak selalu tergantung kepada guru.
2.    Melatih kemampuan komunikasi siswa dengan cara mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan.
3.    Membantu siswa untuk respek kepada orang lain.
4.    Dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.
5.    Meningkatkan motivasi dan rangsangan untuk berfikir.
Kelemahan belajar kelompok:
1.     Pembelajaran kelompok membatasi siswa yang berkemampuan tinggi dalam waktu belajar.
2.     Dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
3.     Penilaian yang diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok

2.2.3 Pembelajaran Klasikal
Model pembelajaran klasikal juga disebut juga kegiatan memberikan informasi dengan kata-kata. Pengajaran sejarah, merupakan proses pemberian informasi atau materi kepada siswa serta hasil dari penggunaan metode tersebut sering tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Makna dan arti dari materi atau informasi tersebut terkadang ditafsirkan berbeda atau salah oleh siswa. Hal ini karena tingkat pemahaman setiap siswa yang berbeda-beda atau dilain pihak guru sebagai pusat pembelajaran kurang pandai dalam menyampaikan informasi atau  materi kepada siswa.
Pembelajaran klasikal mencerminkan kemampuan utama guru, karena pembelajaran klisikal ini merupakan kegiatan belajar dan mengajar yang tergolong efisien. Pembelajaran secara klasikal ini berarti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan skaligus yaitu mengelolah kelas dan mengelolah pembelajaran. Pengelolan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara baik dan meyenangkan yang di lakukan di dalam kelas. Di ikuti sejumlah siswa yang di bimbing oleh seorang guru. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran klasikal dapat di tinjau dari segi:
a.       Bertujuan mengefisiensi proses pembelajaran.
b.      Siswa sebagai individu yang belajar di dalam kelas yang telah dikondisikan sesuai keinginan guru. Siswa belajar sesuai tata tertib yang ditetapkan guru.
c.       Kedudukan guru bersifat sentral, guru melakukan 2 kegiatan sekaligus yaitu melakukan pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran. Peran guru pada pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok kecil juga berlaku pada pembelajaran klasikal.
d.      Peningkatan kemampuan individu siswa sebagai bagian dari kelas
e.       Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran pada peningkatan kemampuan dan keterampilan seluruh kelas.

2.2.3.1  Metode dalam Pembelajaran Klasikal
Metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran klasikal sebagai berikut.
a.       Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri.

b.  Metode tanya jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok – pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas.

c.   Teknik dalam Pembelajaran Klasikal
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Pembelajaran klasikal yang dibahas dalam makalah ini adalah menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dengan teknik probing-prompting agar partisipasi dan aktivitas siswa tinggi. Pada umumnya siswa akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, indikator dari pendekatan kontekstual tetap diperhatikan. Urutan kegiatan dalam pembelajaran klasikal, yaitu :
a. Guru menjelaskan definisi
b. Membuktikan rumus
c. Memberi contoh
d. Memberi soal latihan

2.2.3.3 Pendekatan dalam Pembelajaran Klasikal
Dalam melaksanakan suatu proses belajar mengajar, sebaiknya setiap guru melakukannya dengan menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru dengan pendekatan tertentu akan bermakna, apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat dimengerti oleh sebagian besar siswa atau seluruh siswa. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran klasikal biasanya menggunakan pendekatan spiral.
Pendekatan spiral adalah pendekatan yang dipakai untuk mengajarkan konsep. Selanjutnya dikatakan bahwa pendekatan spiral materi tidak diajarkan dari awal sampai selesai dalam sebuah selang waktu, tetapi diberikan dalam beberapa selang waktu yang terpisah-pisah. Secara singkat dapat dikatakan pendekatan spiral merupakan suatu prosedur yang dimulai dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisa dari eksplorasi (penyelidikan) kepenguasaan dalam jangka watu yang cukup lama, dalam waktu yang terpisah-pisah mulai dari tahap yang paling rendah hingga yang paling tinggi.

2.2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Klasikal
Kelebihan pembelajaran klasikal:
·      Guru mudah menguasai kelas.
·      Mudah mengorganisasikan tempat duduk / kelas.
·      Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar.
·      Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
·      Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.
·      Lebih ekonomis dalam hal waktu.
·      Memberi kesempatan pada guru untuk menggunakan pengalaman, pengetahuan dan kearifan.
·      Dapat menggunakan bahan pelajaran yang luas
·      Membantu siswa untuk mendengar secara akurat, kritis, dan penuh perhatian.
·      Jika digunakan dengan tepat maka akan dapat menstimulasikan dan meningkatkan keinginan  belajar siswa dalam bidang akademik.
·      Dapat menguatkan bacaan dan belajar siswa dari beberapa sumber lain
Kelemahan pembelajaran klasikal:
·      Mudah menjadi verbalisme.
·      Yang visual menjadi rugi, dan yang auditif (mendengarkan) yang benar-benar menerimanya.
·      Bila selalu digunakan dan terlalu digunakan dapat membuat bosan.
·      Keberhasilan metode ini sangat bergantung pada siapa yang menggunakannya.
·      Cenderung membuat siswa pasif

2.2.3        Posisi Guru dan Siswa dalam Pengelolaan Pesan
Dalam kegiatan belajar mengajar guru berusaha agar pesan atau materi pelajaran yang mencakup pengetahuan,sikap dan keterampilan dapat yang dikuasi oleh siswa dengan baik.cara yang ditempuh hendaklah dititikberatkan kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa sehingga siswa memperoleh pengalaman langsung dalam kegiatan pembelajaran,siswalah yang melakukan kegiatan belajar (subjek belajar) sementara guru adalah sebagai fasilitator dan motivator.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru berusaha menyampaikan sesuatu hal yang disebut pesan. Sebaliknya, dalam kegiatan belajar siswa juga berusaha memperoleh sesuatu hal tersebut dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi ajaran yang lain seperti kesenian, kesusilaan, dan agama.
Menurut Notako (2013) “Perilaku belajar mengajar ekspositori merupakan pengajaran yang terpusat pada guru. Sedangkan perilaku belajar mengajar heuristik dapat dibedakan menjadi penemuan dan inkuiri. Perilaku belajar mengajar inkuiri dan penemuan tersebut merupakan pengajaran yang terpusat pada siswa”. Berikut akan dijelaskan mengenai pembelajaran ekspositori dan inkuiri.
a.      Pembelajaran Ekspositori
Tujuan utama pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Perana guru yang paling penting adalah:
·         penyusunan program pembelajaran
·         pemberi informasi yang benar
·         pemberi fasilitas belajar yang baik
·         pembimbing siswa dalam pemerolehan informasi yang benar
·         penilaian pemerolehan informasi.

b.      Pembelajaran Inkuiri
Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan keterampilan intelektual, berpikir kritis, dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah. Peranan guru yang penting adalah
·         menciptakan suasana bebas berpikir sehingga siswa berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah
·         fasilitator dalam penelitian
·         rekan diskusi dalam klasifikasi dan pencarian alternative pemecahan masalah,
·         pembimbing penelitian.

2.2.4        Proses Pengolahan Pesan
Dalam belajar mengajar guru menempati posisi sebagai penyampai pesan dan murid/siswa sebagai penerima pesan. Menurut (Wahyu, 2011) ada dua macam pengolahan pesan yaitu: pengolahan pesan secara deduktif dan induktif.

2.2.4.1  Pengolahan Pesan secara Deduktif
Secara umum perilaku pengolahan pesan secara deduktif dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Pendahuluan pembelajaran.
2.      Penyajian generalisasi dan konsep. Dalam hal ini guru mengemukakan rumusan generalisasi yang telah disiapkan, dan guru juga menjelaskan konsep dengan contoh-contoh. Siswa berperanan memahami generalisasi dan konsep tersebut.
3.      Pengumpulan data yang mendukung generalisasi. Guru meminta siswa mengumpulkan data. Siswa mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan  menguji kesahan data.
4.      Analisis data dan verifikasi generalisasi. Guru meminta siswa mwnganalisis data yang terkumpul, dan menguji kembali generalisasi. Bila perlu siswa dapat mengumpulkan data lagi agar verifikasi generalisasi lebih meyakinkan.
5.      Aplikasi generalisasi pada data yang terkumpul.
6.      Evaluasi tentang proses pengolahan pesan, pemerolehan pengetahuan atau pengalaman tersebut. Pelaku evaluasi sebaiknya guru dan siswa secara bersama-sama.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengolahan pesan secara deduktif dimulai dengan (i) guru mengemukakan generalisasi, (ii) penjelasan berkenaan dengan konsep-konsep, dan (iii) pencarian data yang dilakukan oleh siswa. Pengumpulan data tersebut berguna untuk menguji kebenaran generalisasi. Dalam kegiatan isi siswa juga mengaplikasikan konsep terhadap data tersubut.

2.2.4.2  Pengolahan Pesan Secara Induktif
Secara umum perilaku pengolahan pesan secara induktif dapat dilukiskan sebagai berikut.
a.    Pendahuluan pembelajaran.
b.    Pengumpulan data. Guru meminta siswa mengumpulkan data sehubungan denga topic yang dipelajari. Sebaiknya guru telah mempersiapkan lembaran kerja. Dalam pembuatan lembaran kerja sebaiknya siswa juga diajak serta. Pekerjaan pengumpulan data dapat dilakukan beberapa tahap, sesuai dengan masalah yang dipelajari.
c.    Analisis data. Guru meminta siswa untuk mempelajari data, menggolong-golongkan, membandingkan, menguji kebenaran data, dan menyimpulkan sementara.
d.   Perumusan dan pengujian hipotesis. Hipotesis disusun berdasarkan teori yang ada atau prinsip yang benar. Data yang ditemukan dapat digunakan untuk uji hipotesis. Hipotesis dapat ditolak atau diterima. Bila ternyata benar, hipotesis diterima. Sebaliknya, bila ternyata salah, hiootesis ditolak.
e.    Mengaplikasikan generalisasi. Pada tahap ini guru meminta siswa untuk menerapkan generalisasi pada data lain.
f.     Evaluasi hasil dan proses belajar. Guru memberi nilai pada proses pemerolehan, pengolahan, analisis, penarikan generalisasi, rumusan generalisasi, dan uji hipotesis.
Pengolahan pesan secara induktif bermula dari (i) fakta atau peristiwa khusus, (ii) penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta, (iii) penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep. Bila sudah ada teori yang benar, pada umumnya dirumuskan hipotesis, (iv) terapan generalisasi pada data baru, atau uji hipotesis, kemudian (v) penarikan kesimpulan lanjut.

2.2.5        Kemampuan Yang Akan Dicapai Dalam Pembelajaran
            Kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Pembelajaran ranah disesuaikan dengan tujuan pengajaran yaitu :
2.2.5.1  Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif  memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.

2.2.5.2  Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: 
1. Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif” 
3. Valuing (menilai atau menghargai) 
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan) 
5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan  suatu nilai atau komplek nilai)

2.2.5.3  Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. 


 DAFTAR RUJUKAN

Madya, Wahyu. 2011. Pendekatan Pembelajaran (Online), http://kerorowahyu.blogspot.com/2011/10/pendekatan-pembelajaran.html, diakses 4 Februari 2015

Notako. 2013. Pendekatan Pembelajaran (Online), https://notako.wordpress.com/2013/10/19/makalah-pendekatan-pembelajaran-2/ , diakses 4 Februari 2015

Nuryani, Cucu. 2011. Pembelajaran Individual dan Pembelajaran Kelompok, (Online), (cucunuryani.blogspot.com/2011/08/pembelajaran-individual-dan.html. Jumat, 12 Agustus 2011), diakses 7 Februari 2015.


Saputra, Trio Redo. 2012. Pengorganisasian Siswa (Online), http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/11/pengorganisasian-siswa.html , diakses 4 Februari 2015

Suhardan, Dadang, dkk. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Albeta.





 note : jangan asal copas ya. cantumkan daftar rujukan agar tidak melakukan plagiasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar